Palu, Sulawesi Tengah 15-20 September 2022
Halo semuanya,
Setelah drama soal tiket KM Lambelu yang tadinya ada di tiap Kamis dan ternyata di minggu pas suami pulang ga ada jadwal, perjalanan ke Sulawesi kami hampir batal karena suami offsite hanya 2 minggu. Akhirnya kami tetap dapet tiket ferry ke Palu, dari pelabuhan Kariangau dengan KMP Swarna Kartika. Kami berempat menghabiskan tiket Rp 760.000 dan beli tikar Rp 100.000. Ga cuma drama pas rencanain perjalanan ini, pas pergi pun jalur Kariangau hanya 1 arah jadi mobil gak bergerak, untung ada tim pelabuhan yang fast respon dan siap membantu kapanpun dan menenangkan saya yang terlalu overthinking. Pembelian tiket cukup mengantri dan syarat yang tertulis wajib vaksin 3. Diluar itu harus PCR. Lalu kita masuk ke kapal jam 3 sore dengan pemikiran mungkin berangkat tepat waktu. Ternyata jam 7 malam baru berangkat dengan kondisi bocah sudah mulai rewel dan bosen😅. Kesan pertama masuk Ferry yaitu lantai atas yang ada kursinya sudah penuh, lantai 2 isinya orang-orang yang bawa tikar dan banyak sekali orang jualan. Jualan tikar, makanan berat, tisu, air, cemilan, bahkan daster baju bali digantung 😂 kalo boleh jujur, emang beda sama pelni tapi lumayan untuk pengalaman baru.
Untuk pengalaman berlayar kami awali dengan doa dan dari jam 7-12 malam ya ampun kapalnya goyang banget bikin pusing, ga sedikit yang mabok laut. Alhamdulillah kami sekeluarga kuat walaupun ditahan-tahan. Tidur diatas lantai kapal yang terbuat dari besi dan cuma dialasi tikar. Mau bangun kepala pusing, tapi kalo tidur badan retak-retak😂.
Setelah perjalanan diatas jam 12 malam, alhamdulillah ferry ga banyak oleng dan lebih tenang. Tapi udah keburu pada pusing sih😂 Kami sedia banyak stok jajan karena pada suka nyemil, apalagi namanya kantin kapal pasti harganya 2 kali lipat. Nge-charge hp juga bayar Rp 5.000 tiap colok dan harus dititip yang nantinya akan diberikan nomor penitipan. Sebenarnya lebih enak dilantai 2 karena goncangannya ga terlalu terasa dibanding lantai 3, tapi bener-bener besi sih yang kita tidurin. Sekitar jam 21:00 makan malam sudah siap, menunya nasi dan lauknya ikan rebus sepertinya + air mineral 1 gelas, jadi kami makan bekal yang kami bawa saja.
Setelah pagi, kami liat sunrise walaupun sangat berawan tapi tetap cantik. Kami juga dapat sarapan dengan menu nasi, mie, telur. Jadi dari harga tiket tsb sudah termasuk makan 2 kali. Kami menghabiskan waktu di kapal dengan makan, ngemil, ngobrol sama tetangga tikar sebelah, dan keliling nyariin anak yang ga bisa diam🙂 di samping kanan ada bapak, ibu, anak umur 3 tahun teman Reyhan main mobil-mobilan, asalnya dari Desa Lori, Grogot yang bawa kepiting gede banget untuk oleh oleh dan nanti harus lanjut jalan ke Manado. Ada tante Lala dan suami dari Penajam mau ke pulang kampung ke Polewali Mandar, ada nenek yang selalu terlihat sendirian tapi barangnya seabreg dan selalu ketawa liat tingkah anakku, didepan bapak, ibu dan 2 anak cowok cewek yang jadi teman main Reyhan. Disebelah kiri ada keluarga kecil anak 1 cewek dan ibu-ibu yang pergi bareng anak dan cucunya yang berumur 2 tahun. Sebenarnya pengalaman ini yang gak terlupakan karena bertemu orang baru. Belum lagi saat main di anjungan, Raffa ketemu teman baru yang namanya Arkan dan Aa dengan tujuan Manado. Mungkin efek tiket ke Manado mahal kali, sampe 2.5jt sekali jalan. Bawa 4 orang udah 10jt dan belum sama pulangnya. Kami aja sampe gak mudik-mudik. Gangguin om-om ngopi dan ngemil tapi selalu dipersilahkan duduk. Trus dapet wafer dari om om dan Raffa dibukakan bungkusnya dan kocaknya Reyhan buka sendiri didepan tempat sampah. Bungkusnya diambil isinya dibuang dan aku reflek ketawa liat dari jauh walaupun belum 5 detik Reyhan sadar dan ditukar (jelas-jelas tuh tango udah masuk tempat sampah) dan tetap dimakan gaes 🫠yaudah gapapa deh biar kuat ya nak, penambah imun. toh bpjs mu aktif😂
Setelah berlayar kami sampai jam 3 sore di Pelabuhan Taipa, Palu yang pantainya cantiiik warnanya tosca. Belum lagi view pegunungan Gawalise bener-bener keren. Pelabuhannya kecil dan ada yang beberapa menawarkan transport tapi ga seriweuh kota lain. Kita tolak sekali udah mundur pokoknya kotanya enak lah walaupun banyak lampu merahnya. Kami melanjutkan perjalanan dengan say goodbye ke tetangga-tetangga karena mungkin kita ga akan ketemu lagi, lalu naik grab ke Birobuli seharga Rp 107.000 ke tempat kita menginap. Kami menginap di Graha Family Guest House 2 malam dengan total Rp 260.000 dengan fasilitas kamar ber-AC, tv, wifi, ruang makan, ruang wastafel dan wc. Untuk harga segini sangat worthed belum lagi penjaganya baik banget dengan logat Sulawesi yang kental. Dan buka pintu langsung ada kolam ikan karena kami dapat kamar diujung. Ditawari penjaga juga untuk sarapan bisa titip uang nanti dibelikan nasi kuning. Kami menghabiskan hari pertama santai dikamar, dimana aku rempong cari tiket pulang karena ada jadwal pelni di hari Senin dan cari sewaan motor. Untuk motor kami dapat Rp 250.000 untuk 2 hari yaitu motor mio dan rute bebas kemana aja. Jaminan pun hanya KTP 1 orang, diantar di penginapan dan dibayar di muka. Orangnya balik naik maxim😅 saya baru tau ternyata sewa motor pelayanannya sebagus ini. Nama tempatnya RENTAL MOTOR TERMURAH PALU di google maps.
Pelabuhan Ferry Taipa Palu |
Graha Family Guest House |
Menghabiskan waktu dengan nyemil, kebetulan habis gojek roti bakar dan kebab. Dan kami mengakhiri hari ini dengan full istirahat.
View sepanjang jalan Kota Palu |
Dikelilingi gunung dan juga pantai |
Pagi harinya kami bangun jam 7 pagi, agak siang dari target karena ada 2 bocah yang pelor banget. Kami menyiapkan motor, jalan hanya berpandu google maps, isi bensin modal Rp 30.000 dalam waktu 1 jam dan kondisi jalan yang cukup bagus (hanya ada beberapa aspal rusak) kami sampai ke Pantai Tanjung Karang Donggala. Saran kalo mau kesini, naik motor bisa tapi harus pake kacamata karena perjalanan didominasi oleh pemandangan tambang pasir, naik mobil juga bisa banget. Masuk di area Pantai Tanjung Karang, tiket masuknya yaitu Rp 5.000 untuk parkir, terus untuk hampar tikar karena kami bawa tikar sendiri yaitu Rp 25.000. Ada gazebo juga disewakannya Rp 50.000. Di sekitar pantai banyak sekali cottage untuk menginap dan view langsung ke pantai jernih berwarna biru. Kami main disini hampir seharian sampai kulit terbakar. Dan papa beli durian isi 5 seharga Rp 50.000 dengan negosiasi yang cukup alot (suami jago banget nawarnya). Karena aku ga begitu doyan, jadi semua dia yang makan.
Tipe pantai disini berkarang ya, jadi hati-hati karena beberapa bagian agak tajam tapi aman kok. Supaya ga terlalu monoton cuma mandi, main pasir, main batu karang. Aku coba sewa perahu sekali putar Rp 80.000, perahunya ada celah di tengah. Dan kami diantar ke spot snorkling yang karangnya bagus banget dan ikannya banyak. Saran kalo mau naik ini bawa roti untuk makanan ikan supaya nereka berkumpul dan muncul ke permukaan. Karena gak bawa peralatan snorkling jadi aku cuma celupin hp ke dalam air, seengganya bisa liat apa yang ada dibawah laut.
Setelah selesai kami kembali untuk istirahat sebentar dan bersiap untuk ke destinasi selanjutnya yaitu Pusat Laut Donggala. Dari Tanjung Karang ke Pusat Laut sekitar 30 menit dan akses jalannya juga mudah. Walaupun di beberapa bagian cukup sempit dan kebanyakan kanan kiri ilalang tinggi. Sampai disana kami istirahat dulu beli pop ice seharga Rp 7.000 dan bayar tiket masuk Rp 7.500 untuk 1 motor. Disini banyak penjual cemilan, pentol dan siomay pun ada jadi ga usah khawatir. Di sebelah kanan kami lihat ada camping spot, letaknya dibawah menara. Kami ke sebelah kiri dulu, ke sumur berwarna biru yang isinya anak-anak lokal berenang. Jangan lupa bawa uang koin atau uang kecil yang di gulung di batu.
Setelah main lempar-lempar uang di sumur, kami menikmati pantai pusat laut yang sangat jernih. Aku dan Reyhan mampir ke menara untuk melihat pemandangan dari atas. Lumayan curam tangganya, beberapa pagar juga keropos. Setelah sampai di lantai 3, dari atas terlihat Pantai Bonebula yang lokasinya di sebelah kanan. Keren!
Setelah itu kami menyudahi perjalanan ini dengan kembali ke Palu selama 1 jam. Lumayan tepos karena naik motor dalam waktu yang lama. Anak-anak pun dah mulai capek. Sempat mampir untuk beli Soko Panggang yaitu semacam lemper isi ikan cakalang lalu dibakar dan dibungkus bentuk kerucut. Rasanya? Enak banget! Mana murah cuma Rp 5.000 dapat 4 biji.
Dan kami pun makan pas sampe penginapan sekalian gojek beli rocket chicken untuk anak, dan Kaledo (Kaki Lembu Donggala) untuk kami berdua. Rasanya enak, kuahnya gurih agak pedas dan agak asam juga. Apalagi pas sedot sum sumnya. Walaupun kami belum coba makan pakai ubi, seengganya sudah ada makanan khas yang kami cicipi. Setelah makan kami istirahat, malamnya karena bosan kami coba keliling Palu. Kami pikir ada taman kota tempat orang berkumpul. Nyatanya mayoritas disini cafe-cafe untuk anak muda. Mentok keramaian yang family friendly itu semacam pasar malam. Kami melewati Anjungan Pantai Talise, Taman Hutan Kota, berakhir ke Taman GOR itupun gelap, mampir minum pop ice dan ngobrol sama warga sekitar. Setelah jam 10 malam kami pulang untuk istirahat.
Kaledo atau Kaki Lembu Donggala |
Esok paginya, kami siap-siap ke Desa Balane, karena ada bendungan view gunung yang mau kami datangi. Sampe penjaganya heran dan nanya “wah masih mau jalan”. Jarak dari penginapan ke Desa Balane ini sekitar 30 menit. Disuguhi pemandangan gunung walaupun agak berdebu, dan beberapa jalan tidak beraspal. Tetapi sampai disana segerrrr karena bendungannya airnya deras dan saat naik ke atas, ada hamparan luas dengan view gunung dan bener-bener sesuai sama fotonya. Keren sih ternyata Sulteng sebagus ini dan jalanannya gak tricky, biasa aja. Belum lagi banyaknya kupu-kupu warna warni. Kami ga mandi, cuma main sebentar dan makan durian sisa kemarin.
Setelah itu kami pulang dan beli makan siang untuk dibawa ke penginapan dan check out. Walaupun rasanya sedih banget 2 malam di guest house ini berasa rumah sendiri, penjaganya baik, kemana-mana enak. Tapi kami harus pindah penginapan untuk ngerasain staycation. Setelah janjian ambil motor, kami check out dan say goodbye, bikin mewek, karena belum tentu kami kembali lagi🥲 semoga bapak penjaga disana sehat terus yaa🥹
Karena guest house di jalan kecil, ini jalan penanda banget kalo udah disini berarti udah deket |
Kami memesan maxim untuk ke destinasi terakhir yaitu D Kalora Hotel dan Resort letaknya di Silae. Naik maxim seharga Rp 60.000 kami diantarkan ke hotel dan diberikan kontak untuk besok diantar ke Pelabuhan Pantoloan. Transport sampai pulang beres sekarang kita check in. Menginap di D Kalora, terbantu dengan viewnya yang cantik, dan harganya yang affordable. Sayangnya untuk peraturan kolam renang, wajib menggunakan baju renang. Akhirnya kami sewa baju renang disana walaupun anak laki-laki hanya dapat kolor doang seharga Rp 25.000 wkwkwk yaa gapapa lah ya sekali doang kesini. Di kolam berasa diawasi terus jadi agak gimana gitu. Setelah itu kami makan dan istirahat. Malamnya kami ke cafe untuk foto-foto dan nongkrong. Rasa makanannya di cafe cukup enak dan cenderung sepi, pas buat kami yang ingin chillin.
Lanjut naik maxim ke Pelabuhan Pantoloan dengan harga Rp 120.000. Sayangnya waktu kesana, kami kecepetan. Sampai pelabuhan jam 13:30, loket baru buka jam 5 sore karena kapal baru sandar jam 7 malam. Alhasil anak-anak bosen dan agak rewel kesana kemari. Kami bertemu dengan Bapak Ketut yang mau pulang ke Bali, karena disini bekerja di ladang sawit. Bawaannya menggunakan karung, dan beliau yang ikatkan balon anakku karena sering terbang. Gak bisa aku liat yang begini. Walaupun ditanyain agak kurang nyambung mungkin karena umur. Tapi seengganya si bapak paham untuk alur masuk ke kapal. Sambil menunggu kapal kami beli makanan dan cemilan di area sekitar, ada es krim Rp 5.000 mana paleknya nongkrong bersebelahan. Untung anakku 2 jadi belinya satu-satu biar adil. Beli nasi campur dan juga sate yang rasanya enak harga Rp 15.000.
Di stempel biar bebas keluar masuk |
Kami beli tiket melalui website seharga Rp 123.000, cetak tiket dan check in nya sat set sat set gak perlu waktu lama. Kami menunggu didalam, sayangnya di pelabuhan ini colokan yang nyala cuma 1 atau 2 titik. Waktu masuk kapal pun, udah desak-desakan, beli tiket 4 cuma dapet ranjang 2, kena zonk beli es krim didalam karena anakku langsung nyomot. Es krim populair yang biasanya Rp 5.000 jadi Rp 20.000, es krim magnum yang biasa Rp 15.000 jadi Rp 30.000, bangkrut emak. Belum lagi di ranjang ga ada stop kontaknya. Beda sama kapal dari Surabaya ke Balikpapan. Selama anak-anak ada tempat tidur, yang lain bisa dikompromikan. Kebetulan kanan kiri bapak-bapak yang baik-baik banget, ngobrol sama anakku, yang disebelahku dia dustep 2 tempat, tapi karena liat aku sama anak-anak akhirnya 1 tempat dikasih ke aku. Orangnya keliatan sangar, rambut gondrong dan tatoan tapi jangan pernah liat dari covernya. Alhamdulillah selalu dipertemukan dengan orang-orang baik. Kapal berlayar jam 8 malam, gak lama kita tidur, jam 8 pagi udah sandar. Kami sempat sebentar aja beranjak dari tempat tidur untuk ke luar kapal dan ambil sarapan. Sarapannya enak, dengan menu nasi, mie, telur, packagingnya juga oke.
Akhirnya kami menyudahi perjalanan ini di Pelabuhan Semayang, dan kami order maxim lagi untuk ke rumah. Terima kasih Palu, terima kasih untuk pengalaman berharga ini!
Komentar
Posting Komentar